"Tidak ada seorang pun dari orang yang telah diundang itu akan menikmati jamuanKu."(Rm 12:5-16a; Luk 14:15-24)"Mendengar itu berkatalah seorang dari tamu-tamu itu kepada Yesus: "Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah." Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ada seorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang. Menjelang perjamuan itu dimulai, ia menyuruh hambanya mengatakan kepada para undangan:
Marilah, sebab segala sesuatu sudah siap. Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf. Yang pertama berkata kepadanya: Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan. Yang lain berkata: Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya; aku minta dimaafkan. Yang lain lagi berkata: Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang. Maka kembalilah hamba itu dan menyampaikan semuanya itu kepada tuannya. Lalu murkalah tuan rumah itu dan berkata kepada hambanya: Pergilah dengan segera ke segala jalan dan lorong kota dan bawalah ke mari orang-orang miskin dan orang-orang cacat dan orang-orang buta dan orang-orang lumpuh. Kemudian hamba itu melaporkan: Tuan, apa yang tuan perintahkan itu sudah dilaksanakan, tetapi sekalipun demikian masih ada tempat. Lalu kata tuan itu kepada hambanya: Pergilah ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus penuh.
Sebab Aku berkata kepadamu: Tidak ada seorang pun dari orang-orang yang telah diundang itu akan menikmati jamuan-Ku."( Luk 14:15-24), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:• Dalam lokakarya organisasi atau kelompok kerja pada umumnya dihasilkan keputusan-keputusan rencana kerja yang bagus dan menarik; ketika mengucapkan janji dengan gembira dan gairah orang menghayatinya serta penuh harapan bahwa apa yang dijanjikan akan terlaksana dengan baik, dst.. Namun sering yang terjadi: apa yang menjadi keputusan atau janji tinggal dalam rumusan keputusan atau janji dan tidak pernah operasional alias tidak dilaksanakan atau dihayati. Karena kemalasan atau mau jalan sendiri seenaknya tidak sesuai dengan janji atau keputusan, orang membuat alasan-alasan yang nampak logis, misalnya: kesibukan bisnis, urusan pribadi atau `privacy' yang tak dapat ditinggalkan. Dengan kata lain alasan-alasan macam itu tak dapat dibantah atau dibicarakan serta menunjukkan bahwa orang yang bersangkutan sebenarnya malas atau egois. Mereka hanya mengutamakan kepentingan pribadi tanpa memperhatikan kepentingan umum atau kesejahteraan bersama. Maka bercermin dari kisah perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus di atas, marilah kita mawas diri: apakah kita juga sering mengundurkan diri dari kegiatan bersama yang baik dengan alasan-alasan sebagaimana kami sebut di atas?
Marilah kita berusaha untuk lebih mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan umum daripada diri sendiri. Jika kita hanya mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan sendiri dan sementara itu orang kebanyakan kurang/tidak sejahtera kiranya kita sendiri merasa tidak aman dan bahagia, sebaliknya jika secara umum semua orang sejahtera, maka kita dalam keadaan apapun pasti akan merasa aman dan bahagia. "Bonum commune" atau kesejahteraan umum hendaknya menjadi pedoman dan motto kita dalam hidup bersama dimanapun dan kapanpun. Ingat kita adalah murid-murid Yesus, Penyelamat dunia, artinya kita dipanggil untuk berpartisipasi menyelamatkan seluruh dunia. • "Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat. Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!" (Rm 12:9-11.16), demikian nasehat atau peringatan Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua. Apa yang kita butuhkan dalam hidup sehari-hari adalah pekara-perkara sederhana bukan yang tinggi, maka marilah pekerjaan atau tugas sesederhana apapun kita kerjakan sebaik mungkin. Dalam masalah-masalah atau situasi genting setiap hari rasanya orang-orang sederhana atau kecil sungguh dibutuhkan.
Maka baiklah ajakan untuk saling mendahului memberi hormat dan memperhatikan perkara-perkara sederhana ini kita tanggapi secara poisitif, kita hayati sebaik mungkin, lebih-lebih menghormati pribadi orang-orang kecil dan sederhana, yang kiranya kurang memperoleh perhatian dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tanda keberhasilan hidup bersama apapun hemat saya adalah ketika orang-orang kecil dan sederhana dapat hidup sejahtera dan bahagia, serta perkara-perkara sederhana diperhatikan oleh semua orang. Hendaknya kita sendiri senantiasa juga hidup secara sederhana, baik dalam kata, pikiran maupun tindakan. "TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku. Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku. Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel, dari sekarang sampai selama-lamanya! " (Mzm 131)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar